Ada satu kecenderungan buruk di dunia pendidikan, yaitu menganggap kesalahan sebagai sesuatu yang buruk dan harus dihindari. Selama dua puluh dua tahun pertama dalam hidupnya, setiap orang diajarkan bahwa kesalahan adalah hal yang memalukan dan harus dihindari. Padahal, kesalahan sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Winston Churchil, mantan Perdana Mentri Inggris, pernah berkata “All men make mistakes, but only wise men learn from their mistakes.” Pernyataan ini mengungkapkan bahwa kesalahan merupakan kesempatan untuk membuat sesuatu yang lebih baik. James Joyce, penulis kenamaan Irlandia, menegaskan “Mistakes are the portals of discovery.” Jadi, semakin banyak kesalahan yang bisa diidentifikasi seseorang (termasuk kesalahan orang lain) semakin banyak dia belajar dan semakin besar pula kesempatan baginya membuat sesuatu yang lebih berkualitas pada kesempatan berikutnya.
Paradigma bahwa kesalahan adalah pedoman untuk melakukan sesuatu lebih baik ini sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam penulisan karya ilmiah. Berdasarkan pengalaman penulis dalam membimbing penulisan makalah, artikel, dan skripsi oleh mahasiswa dan dalam mengedit tulisan ilmiah, terdapat empat kelompok kesalahan yang sering dilakukan para penulis (pemula): bagaimana membuat alinea yang efektif, bagaimana membuat tulisan mudah dipahami, bagaimana cara mengutip dengan benar, dan bagaimana cara menuliskan referensi. Diharapkan, pemahaman kita akan keempat macam kesalahan tersebut akan memampukan kita menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik.
A. Alinea Yang Efektif
Pada dasarnya setiap
karya tulis merupakan sekumpulan alinea yang membahas suatu permasalahan. Oleh
karena itu, kemampuan menulis alinea yang baik adalah persyaratan yang sangat
penting dalam menulis karya ilmiah. Berikut ini merupakan konsep-konsep
mendasar yang perlu dikuasai dalam rangka mengembangkan kemampuan menulis
alinea yang efektif.
Alinea pada hakikatnya
merupakan perpaduan sekelompok kalimat yang membahas satu ide pokok. Seluruh
kalimat itu harus memiliki hubungan logis. Kalimat yang tidak berhubungan logis
(atau tidak relevan dengan ide) pokok harus dihapus dari alinea. Kalimat yang
bersifat pengulangan juga harus dihilangkan.
Salah satu pertanyaan
yang sering diajukan tentang alinea adalah: Berapa jumlah kalimat yang
diperlukan untuk membuat sebuah alinea? Tidak ada jawaban yang pasti untuk
pertanyaan ini. Yang perlu dipedomani adalah bahwa sebuah alinea tidak boleh
terlalu pendek sehingga ide pokoknya tidak dikembangkan secara memadai, atau
terlalu panjang sehingga ide pokoknya berkembang sangat luas hingga perlu
dikembangkan dalam beberapa alinea terpisah.
Dilihat dari fungsinya,
kalimat-kalimat pembangun sebuah alinea dapat dibedakan ke dalam tiga jenis:
kalimat topik, kalimat pendukung, dan kalimat kesimpulan. Kalimat topik
berfungsi menyatakan ide pokok atau mengungkapkan apa yang akan dibahas dalam
alinea tersebut. Kalimat pendukung berfungsi menghadirkan bukti, fakta,
argumen, atau penjelasan lain untuk memperjelas ide pokok. Sedangkan kalimat
kesimpulan digunakan untuk merangkum isi alinea atau menunjukkan transisi ke
alinea berikutnya. Tidak semua alinea membutuhkan kalimat kesimpulan. Oleh
karena itu, jenis kalimat yang harus ada dalam sebuah alinea adalah kalimat
topik dan pendukung. Tampilan sebuah alinea dapat digambarkan seperti dalam
gambar 2 berikut.
1. Kalimat Topik
Dalam tulisan ilmiah,
kalimat topik dapat ditempatkan di awal atau di akhir alinea, tergantung pola
berpikir yang digunakan. Jika penulis menggunakan pola berpikir deduktif,
kalimat topik diposisikan di awal alinea, jika induktif, di akhir. Untuk
penulis pemula, menempatkan kalimat topik di awal alinea lebih disarankan,
karena mendukung suatu ide yang lebih umum dengan menghadirkan detil-detil yang
spesifik (deduktif) biasanya lebih mudah dilakukan daripada menyimpulkan
beberapa detil spesifik menjadi sebuah ide yang lebih umum.
Selain itu, perlu diingat
bahwa setiap kalimat topik harus mengandung tiga unsur: subjek, verba, dan ide
pengendali (controlling idea). Subjek dalam kalimat topik berperan
sebagai topik alinea, sedangkan ide pengendali merupakan sebuah kata atau frasa
yang mengendalikan informasi-informasi dalam kalimat-kalimat lain dalam alinea
tersebut. Subjek bisa diletakkan di awal kalimat topik (sebelum verba) atau di
akhir (sesudah verba).
Berdasarkan penjelasan
dia atas, terungkap bahwa bahwa sebuah kalimat topik harus memenuhi tiga
persyaratan. Pertama, kalimat topik harus berbentuk kalimat lengkap (complete).
Dalam kalimat itu harus terdapat unsur subjek, predikat, dan objek (ide
pengendali). Kedua, cakupan ide pengendali harus terbatas (limited),
dalam arti tidak lebih dari satu ide karena sebuah alinea hanya dapat membahas
sebuah ide secara tuntas. Ketiga, ide pengendali harus spesifik (specific).
Hal ini berarti ide tersebut harus relevan dan secara langsung berhubungan
dengan topik.
Kalimat (1.a.) di atas
bukan kalimat topik yang baik karena tidak memiliki unsur subyek, verba, dan
ide pengendali. Sedangkan kalimat (1.b.) adalah kalimat topik yang baik karena
adanya unsur subyek, verba, dan ide pengendali. Kalimat (2.a.) merupakan
kalimat topik yang baik karena ide pengendalinya hanya satu, yakni “berbagai
pemandangan yang indah”. Kalimat (2.a.) bukan kalimat topik yang baik karena
ide pengendalinya lebih dari satu. Kalimat (3.a.) bukan merupakan kalimat topik
yang baik karena ide pengendalinya tidak spesifik—bagi siapa masalah yang
serius tersebut timbul? Kalimat (3.b.) merupakan kalimat topik yang baik karena
ide pengendalinya secara spesifik menyatakan masalah yang serius tersebut
dialami kalangan berpenghasilan rendah.
2. Kalimat
Pendukung
Kalimat pendukung
dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, kalimat pendukung mayor, yaitu
kalimat-kalimat yang secara langsung digunakan untuk menjelaskan ide pokok
dalam yang dinyatakan dalam kalimat topik. Penjelasan tersebut bisa dilakukan
dengan cara menghadirkan bukti, fakta, argumen, kutipan atau penjelasan lain.
Kedua, kalimat pendukung minor, yaitu kalimat-kalimat yang fungsinya memberikan
keterangan yang lebih terperinci terhadap penjelasan dalam suatu kalimat
pendukung mayor. Keberadaan satu atau lebih kalimat pendukung mayor dalam
sebuah alinea adalah keharusan. Sedangkan keberadaan kalimat pendukung minor
sangat tergantung pada apakah penjelasan dalam suatu kalimat pendukung mayor
masih perlu diberikan penjelasan yang lebih terperinci atau tidak. Dengan
kata lain, tidak semua alinea memiliki kalimat pendukung minor. Lihat contoh 3
berikut.
Contoh 3
(1) Penggunaan bahasa
sebagai media komunikasi telah menjalani empat tahapan evolusi yang sesuai
dengan perkembangan kebutuhan manusia. (2) Penelitian antropologis
mengungkapkan bahasa mulai dikembangkan masyarakat manusia sebagai sarana
komunikasi antar individu dalam kelompok kecil sekitar 200.000 tahun lalu
(Gianella dan Hopkins, 2006: 12). (3) Pada waktu itu, bahasa digunakan hanya
untuk berbagi informasi dan perasaan mengenai kehidupan sehari-hari. (4)
Sekitar tahun 30.000 sebelum masehi, kebutuhan untuk berkomunikasi dengan
individu lain dari kelompok dan generasi berbeda mendorong manusia
menciptakan bahasa tertulis. (5) Petroglif, piktogram, dan ideogram di dinding
gua, seperti Chauvet Cave di Prancis Selatan, adalah contoh upaya menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi dengan kelompok dan generasi berbeda (Moore, 2005:
20). (6) Perkembangan ini kemudian diikuti oleh penemuan sistem tulisan sekitar
4000 tahun SM, yang memungkinkan pendokumentasian peristiwa dan data dalam bentuk
yang lebih permanen. (7) Perkembangan teknologi informasi, yang dimulai dengan
penemuan telegraf pada tahun 1837, telefon (1871), dan internet pada abad ke-20
membuat komunikasi dengan bahasa dapat dilakukan tanpa batasan ruang dan waktu.
Dalam alinea di atas,
kalimat (1) adalah kalimat topik (KT). Kalimat (2) merupakan kalimat pendukung
mayor pertama (KPM1) yang secara langsung menjelaskan tahapan evolusi bahasa
sebagai media komunikasi dengan menghadirkan tahapan awal perkembangan bahasa.
Kalimat (3) adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang menyajikan penjelasan
lebih detil kepada informasi dalam KPM1. Kalimat (4) merupakan kalimat
pendukung mayor kedua (KPM2) yang secara langsung menjelaskan tahapan kedua
evolusi bahasa. Kalimat (5) adalah kalimat pendukung minor (KPm) yang
menyajikan penjelasan lebih detil kepada informasi dalam KPM2. Kalimat (6)
merupakan kalimat pendukung mayor ketiga (KPM3) yang secara langsung
menjelaskan tahapan ketiga evolusi bahasa. Kalimat (6) merupakan kalimat
pendukung mayor keempat (KPM4) yang secara langsung menjelaskan tahapan keempat
evolusi bahasa.
Hubungan antara kalimat
topik (KT) dan kalimat-kalimat pendukung mayor (KPM) serta kalimat-kalimat
pendukung minor dalam alinea contoh di atas dapat digambarkan dalam grafik di
sebelah kanan ini.
3. Kalimat
Kesimpulan
Pada bagian akhir
berbagai alinea penulis juga bisa meletakkan kalimat kesimpulan, yakni kalimat
yang merangkum informasi pada kalimat-kalimat sebelumnya atau menarik
kesimpulan berdasarkan informasi tersebut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
kalimat kesimpulan merupakan penegasan ide pokok yang dinyatakan dalam kalimat
topik. Lihat contoh 4 berikut.
Contoh 4
(1) Masyarakat Indonesia
menjadikan Universitas Kristen Indonesia (UKI) sebagai pilihan pertama untuk
menimba ilmu karena beberapa alasan. (2) Pertama, UKI merupakan salah satu
universitas tertua di Indonesia yang berpengalaman mengelola pendidikan tinggi
dalam rangka menghasilkan lulusan berkualitas. (3) Survai terhadap 5678 alumni
yang dilaksanakan baru-baru ini mengungkapkan 95% responden tidak mengalami
kesulitan memperoleh kerja atau menerapkan ilmu yang diperolehnya selama kuliah
di UKI untuk berwiraswasta. (4) Selain itu, kampus UKI terletak di salah satu
lokasi paling strategis di Indonesia. (5) Hal ini membuat mahasiswa tidak
mengalami kesulitan mencapai kampus. (6) Ketiga, dosen-dosen di UKI berkualitas
tinggi dan memiliki jiwa kepelayanan yang tinggi. (7) Ketiga faktor diatas
mendorong masyarakat menjadikan UKI pilihan utama untuk kuliah.
Dalam alinea di atas,
kalimat (7) adalah kalimat kesimpulan (KK). Kalimat ini merangkum informasi
yang tersaji pada kalimat (2) hingga kalimat (6). KK ini juga mengungkapkan ide
pokok yang telah dinyatakan di kalimat topik, meskipun dengan cara yang tidak
sama persis.
Selain penggunaan kalimat
topik, pendukung dan kesimpulan yang tepat, sebuah alinea juga harus memenuhi
unsur koherensi (coherence) dan kohesi. Yang dimaksud dengan koherensi
adalah kesatuan isi atau kepaduan maksud. Koherensi tercipta bila seluruh kalimat
pendukung membahas hanya satu hal, yakni topik, dan jika peristiwa, waktu,
ruang, dan proses diurutkan secara logis. Kohesi mengandung arti hubungan yang
erat; perpaduan yang kokoh dan kohesif berarti padu. Kohesi alinea tercipta
bila seluruh kalimat yang membangunnya dipadu dengan erat dan kokoh dengan
menggunakan konjungsi, pronominal, repetisi, sinonim, hiponim, paralelisme, dan
elipsasi dengan tepat.
B. Membuat Tulisan yang
Mudah Dipahami
Tujuan utama pembuatan
setiap karya tulis, termasuk karya ilmiah, adalah mengkomunikasikan informasi,
ide, atau konsep kepada pembaca agar dapat dipahami, dimanfaatkan, dan
dikembangkan. Akan tetapi, ada “sekelompok” tertentu yang cenderung menganggap
bahwa tolok ukur keilmiahan sebuah tulisan adalah kerumitan tulisan itu:
semakin sulit, semakin ilmiah. Bagi mereka, moto ”Kalau bisa ditulis secara
rumit mengapa harus dibuat sederhana?” terkesan lebih pas daripada
antitesisnya, “Kalau bisa ditulis sederhana, jangan dibuat rumit.” Padahal,
keilmiahan sebuah karya tulis pada hakikatnya berhubungan dengan faktor
kesistematisan, kelogisan, kebahasaan, dan keteraturan dalam berpikir. Jika
semua faktor itu dipenuhi dengan baik, karya tulis itu akan mudah dipahami.
Kelompok yang menganggap
keilmiahan identik dengan kerumitan cenderung menulis karya ilmiah dengan empat
karakteristik berikut. Pertama, menggunakan kalimat-kalimat yang panjang.
Kelompok ini kelihatannya menganggap bahwa kalimat kalimat pendek yang mudah
dipahami hanya cocok untuk tulisan anak-anak atau orang awam. Oleh karena
itu mereka menyusun kalimat-kalimat yang mengandung banyak frasa dan klausa
dengan ‘alasan’ semakin panjang kalimat, semakin mendalam pembahasan. Padahal
kalimat yang sangat panjang akan menimbulkan masalah pemahaman karena tidak
jelas mana subjek, mana predikat, dan mana objek kalimat itu. Kecenderungan
seperti ini sebaiknya dicegah. Jika tidak terpaksa, jangan gunakan
kalimat-kalimat panjang dan kompleks. Kalimat pendek dan efektif akan membuat
pemahaman lebih mudah. Bandingkan kedua kalimat contoh berikut. Mana yang lebih
mudah dipahami?
Contoh 5
a. Analisis kesalahan
merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru
dalam lima langkah terhadap siswanya untuk mengetahui penguasaannya akan
kompetensi bahasa tertentu dengan cara mengidentifikasi kesalahan apa yang
dilakukan secara sistematis, seperti slip, keseleo, salah omong, alias lapses
dalam pembelajaran speaking, melihat seberapa sering dia melakukan
kesalahan, diikuti dengan penentuan dan pengklasifikasian jenis kesalahan,
kemudian menginterpretasikan apa penyebab kesalahan tersebut, dan, berdasarkan
teori-teori dan prosedur-prosedur linguistik, diakhiri dengan mengadakan
perbaikan terhadap kesalahan itu.
b. Analisis kesalahan
merupakan suatu teknik kajian dalam pengajaran bahasa yang dilakukan oleh guru
untuk mengetahui penguasaan siswanya akan kompetensi bahasa tertentu. Analisis
ini dilakukan dalam lima langkah: satu, mengidentifikasi kesalahan yang
dilakukan secara sistematis, seperti salah omong dalam pembelajaran berbicara;
dua, melihat seberapa sering kesalahan dilakukan; tiga, menentukan dan
mengklasifikasikan jenis kesalahan; empat, menginterpretasikan penyebab
kesalahan; dan terakhir, mengadakan perbaikan terhadap kesalahan itu
berdasarkan teori-teori dan prosedur-prosedur linguistik.
Kecenderungan kedua yang
sering dilakukan kelompok yang menganggap keilmiahan identik dengan kerumitan
adalah memuat sebanyak mungkin istilah asing. Contoh 6 di bawah ini
memperlihatkan fenomena ini dengan cukup baik. Anda dapat memahaminya?
Contoh 6
Sekarang, aplikasikan
sebuah sistem kalkulus proposional. Akumulasikan pada sistem itu sebuah logika
modal yang lemah yang di dalamnya kondisional yang eksisting dan anteseden yang
dibutuhkan mengakibatkan konsekuensi yang dibutuhkan (aksioma Godel) dan
kebutuhan akan teorema juga merupakan teorema. Jika dikatakan bahwa semua
kebenaran dapat diketahui maka hal ini dapat dirumuskan ‘Jika p maka mungkin
(‘à’) diketahui p’ dapat diketahui, p_àKp:
Harus diakui bahwa
sebagai bahasa yang sedang berkembang bahasa Indonesia tidak memiliki padanan
yang pas untuk semua istilah teknis yang lazim terdapat dalam karya tulis
ilmiah. Permasalahan ini sebenarnya terjadi juga dalam bahasa lain. Tidak ada
satu bahasa pun yang memiliki kosa kata lengkap hingga tidak lagi memerlukan
ungkapan untuk gagasan, temuan, atau konsep baru. Solusi terhadap permasalahan
apakah istilah-istilah asing tersebut harus diterjemahkan, dibiarkan, atau
dikombinasikan dengan istilah Indonesia sebenarnya sudah dirumuskan oleh Pusat
Bahasa (2007). Jadi, untuk menghasilkan tulisan ilmiah yang baik, menerapkan
pedoman pembentukan istilah tersebut merupakan keharusan.
Sebagai pedoman praktis,
terdapat empat kiat untuk menghasilkan tulisan yang efektif. Pertama, gunakan kata
yang pendek dan lazim. Sebagai contoh, kalimat “Tiga ahli di bidang migrasi
hadir di seminar itu.” jauh lebih efektif daripada “Tiga tokoh berpengetahuan
spesifik dalam bidang perpindahan penduduk hadir di seminar itu”, meskipun
keduanya mengungkapkan ide yang sama. Kedua, cegah kata-kata yang
berlebihan (redundant). Kalimat “Tono berteriak dengan suara keras”
menggunakan kata yang berlebihan, karena suara orang yang berteriak pasti
keras. Sebaiknya kalimat itu diganti menjadi ““Tono berteriak” saja. Ketiga,
gunakan kalimat yang efektif (pendek dan sederhana). Keempat, urutkan ide
secara logis.
C. Pengutipan
1. Hakikat Kutipan
Dalam penulisan karya
ilmiah seringkali digunakan berbagai kutipan—pinjaman pendapat atau ucapan
seseorang—untuk mendukung, menjelaskan, membuktikan, atau menegaskan ide-ide
tertentu. merupakan suatu hal yang wajar dan bahkan sangat efektif untuk
menghemat waktu. Adalah suatu pemborosan waktu bila seorang penulis harus
menyelediki kembali suatu kebenaran yang telah diteliti, dibuktikan dan dimuat
secara luas dalam sebuah buku, majalah, dan lain-lain, untuk tiba pada
kesimpulan yang sama. Jadi, untuk mendukung tulisannya, penulis bisa mengutip
pendapat yang sudah teruji dengan menyebutkan sumbernya agar pembaca dapat
mencocokkan kutipan itu dengan sumber aslinya.
Meskipun penggunaan
kutipan pendapat ahli merupakan suatu hal yang wajar, hal itu tidak
berarti bawa sebuah tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan saja. Membuat
tulisan dengan menggunakan terlalu banyak kutipan dapat menimbulkan kesan bahwa
karya itu hanya suatu koleksi kutipan belaka. Sebagai patokan, panjang kutipan
tidak boleh melebihi sepertiga panjang tulisan. Secara ilmiah, ide-ide pokok
dan kesimpulan-kesimpulan harus merupakan pendapat penulis. Kutipan-kutipan hanya
berfungsi sebagai bukti-bukti pendukung pendapat penulis tersebut.
Menuliskan sumber kutipan
dalam tulisan dapat dilakukan dengan bermacam cara sesuai dengan standar yang
digunakan oleh lembaga atau media tempat tulisan diterbitkan. Karena rumpun
ilmu-ilmu sosial biasanya menganut sistem American Psychological Association
(APA), sangat disarankan untuk menguasai sistem ini dan menggunakannya secara
konsisten. Berikut ini adalah pedoman pokok yang diadaptasi dari Suryana dkk.
(2007).
Pada dasarnya, kutipan
dalam karya ilmiah dibagi atas dua jenis, yaitu kutipan langsung dan kutipan
tidak langsung. Kutipan langsung merupakan pendapat para ahli yang dipinjam
secara utuh atau lengkap, baik berupa frase atau kalimat. Kutipan langsung
dapat dibedakan pula atas kutipan langsung yang kurang atau sama dengan empat
baris dan kutipan langsung yang lebih dari empat baris. Kutipan tidak langsung
adalah pendapat para ahli yang dikutip dengan menggunakan parafrase,
yaitu menuliskan kembali apa yang dinyatakan oleh sumber rujukan dalam bahasa
sendiri. Diantara kedua jenis kutipan itu, yang paling disarankan untuk
digunakan adalah kutipan tidak langsung. Teknik kutipan langsung digunakan
hanya jika (1) ungkapan yang dikutip memang sudah selaras dengan bagian lain
tulisan; (2) ungkapan yang dikutip sudah sangat populer, atau (3)
ungkapan yang dikutip sangat sulit diparafrase.
2. Teknik Pengutipan
2. Teknik Pengutipan
a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung yang
kurang atau sama dengan empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
(i) kutipan ditulis inklusif dengan teks; (ii) memakai tanda petik dua di awal
dan di akhir kutipan; (iii) awal kutipan memakai huruf kapital; (iv) diikuti
nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman buku; penulisan
ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
Kutipan langsung yang
lebih dari empat baris dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: (i) ditulis
eksklusif (terpisah) dari teks 2,5 spasi; (ii) ditulis dalam satu spasi; (iii)
memakai tanda petik dua atau pun tidak (opsional); (iv) semua kutipan dimulai
dari 7—10 ketukan dari sebelah kiri teks; (v) Awal kutipan memakai hurup
kapital; (vi) diikuti nama akhir pengarang (marga), tahun terbit buku, halaman
buku; penulisan ini dapat disajikan di awal atau di akhir kutipan.
b. Kutipan Tidak Langsung
Pengutipan ini dilakukan
dengan cara-cara berikut: (i) kutipan disatukan (inklusif) dengan teks; (ii)
tidak memakai tanda petik dua; (iii) Menggunakan ungkapan mengatakan bahwa,
menyatakan bahwa, mengemukakan bahwa, berpendapat bahwa
dll; (iv) Mencantumkan nama akhir pengarang (marga), tahun, dan halaman.
3. Prinsip-Prinsip
Dasar
Prinsip-prinsip dasar
dalam pengutipan adalah sebagai berikut.
1.
Dalam kutipan tidak dibenarkan mencantumkan judul buku.
2.
Nama orang dan identitas tahun terbit dan halaman buku selalu berdekatan
3. Kutipan tidak
dibenarkan dicetak tebal atau dihitamkan.
4. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (katakata) dalam kutipan. Apabila ingin mengadakan perubahan, harus disertai dengan enjelasan.
5. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan, tidak diperkenankan mengadakan perubahan. Namun penulis boleh memberikan pendapat atau komentarnya mengenai kesalahan atau ketidaksetujuannya dalam tanda kurung segi empat [...]. Jika penulis menemukan kesalahan ejaan pada kata-kata tertentu, dia hanya diperkenankan memberikan catatan terhadap kesalahan tersebut dengan menambahkan kata [sic!] dibelakang kata itu. Kata ini menunjukkan bahwa penulis tidak bertanggungjawab atas kesalahan itu. Dia hanya sekedar mengutip sesuai dengan apa yang ada dalam naskah aslinya. Kemudian, jika penulis memandang perlu untuk memberikan penekanan dengan cara merubah teknik penulisan, seperti menggarisbawahi, mencetak miring, atau mencetak tebal, hal itu harus dijelaskan dalam tanda kurung segi empat [...].
4. Penulis tidak diperkenankan untuk mengadakan perubahan (katakata) dalam kutipan. Apabila ingin mengadakan perubahan, harus disertai dengan enjelasan.
5. Apabila ada kesalahan dalam penulisan baik EYD atau pun ketatabahasaan, tidak diperkenankan mengadakan perubahan. Namun penulis boleh memberikan pendapat atau komentarnya mengenai kesalahan atau ketidaksetujuannya dalam tanda kurung segi empat [...]. Jika penulis menemukan kesalahan ejaan pada kata-kata tertentu, dia hanya diperkenankan memberikan catatan terhadap kesalahan tersebut dengan menambahkan kata [sic!] dibelakang kata itu. Kata ini menunjukkan bahwa penulis tidak bertanggungjawab atas kesalahan itu. Dia hanya sekedar mengutip sesuai dengan apa yang ada dalam naskah aslinya. Kemudian, jika penulis memandang perlu untuk memberikan penekanan dengan cara merubah teknik penulisan, seperti menggarisbawahi, mencetak miring, atau mencetak tebal, hal itu harus dijelaskan dalam tanda kurung segi empat [...].
6. Kutipan dalam bahasa
asing atau bahasa daerah harus dicetak miring.
7. Kutipan langsung
selalu memakai tanda petik dua dan diawali dengan huruf kapital.
8. Kutipan dapat
ditempatkan sesuai dengan kebutuhan baik di awal, tengah, atau akhir teks.
9. Jika pengarang ada
dua, nama akhir (marga) kedua pengarang itu ditulis.
10. Jika pengarang ada
tiga atau lebih, nama akhir pengarang pertama yang ditulis dan diikuti dkk.
11. Jika dalam dalam
tulisan yang sama digunakan beberapa kutipan dari sumber berbeda yang ditulis
orang atau lembaga yang sama dan diterbitkan dalam tahun yang sama juga, data
tahun penerbitan diikuti lambang huruf a, b, c, dst. berdasarkan abjad judul
buku-buku tersebut.
12. Jika kutipan
diperoleh dari majalah atau koran tanpa identitas penulis, nama majalah atau
koran tersebut dituliskan sebagai sumber.
13. Jika kutipan
diperoleh dari dokumen yang diterbitkan oleh suatu lembaga, nama lembaga
tersebut dituliskan sebagai sumber.
14. Jika kutipan
diperoleh dari dokumen resmi pemerintah yang diterbitkan tanpa identitas
penulis, judul atau nama majalah atau koran tersebut dituliskan sebagai sumber
15. Kutipan dalam bentuk
catatan kaki sudah tidak dipakai lagi dalam penulisan karya ilmiah karena
dirasakan tidak efektif.
16. Kutipan yang berasal
dari ragam bahasa lisan seperti pidato pejabat jarang dipakai sebagai sumber
acuan dalam penulisan karya ilmiah karena kebenarannya sulit dipercaya karena
harus diketahui oleh orang yang bersangkutan (rawan kesalahan kutipan). Jika terpaksa
menggunakannya, kutipan seperti itu harus dibuatkan dulu ke dalam transkrip dan
diminta pengesahannya oleh pembicara.
17. Pengutipan pendapat
orang lain sebaiknya dilakukan secara variatif (jangan monoton). Padukanlah
kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.
18. Apabila kutipan itu
dirasakan terlalu panjang, penulis boleh mengambil bagian intinya saja dengan
teknik memakai tiga tanda titik […], tetapi tidak boleh mengubah atau
menggeserkan makna atau pesannya.
19. Jika mengutip
pendapat ahli yang berasal dari kutipan karya ilmiah orang lain, bentuk
penyajiannya adalah.
20. Penulisan kutipan
dari artikel dari internet mengikuti aturan yang sama dengan sumber bahan
tertulis, bila data tentang nama penulis, judul artikel, dan nomor halaman
tersedia. Jika nomor halaman tidak tersedia, sebutkan dari alinea berapa
kutipan tersebut diambil.
D. Penulisan Daftar
Referensi
1. Hakikat Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah
daftar atau senarai yang ada dalam karya ilmiah (misalnya makalah atau skripsi)
yang berisikan identitas buku dan pengarang yang disusun secara alfabetis
(setelah nama marga pengarang dikedepankan). Daftar pustaka merupkan suatu
elemen yang harus ada (mutlak) dalam penulisan karangan ilmiah. Dengan adanya daftar
pustaka, pembaca bisa mengetahui sumber acuan yang menjadi landasan dalam
pengkajian.
Penulisan daftar pustaka
yang berkembang hingga saat ini dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama,
bibliografi, yakni daftar bacaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas, sekalipun tidak dirujuk secara langsung di dalam tulisan. Kedua,
daftar rujukan (reference list), yaitu yakni daftar bacaan yang dikutip dalam
tulisan.
2. Teknik Penulisan
Daftar Pustaka
Unsur-unsur yang
dituliskan dalam daftar pustaka adalah sebagai berikut:
a. Nama pengarang,
ditulis dengan urutan: nama belakang, nama depan dan nama tengah tanpa gelar
akademik.
b. Bila pengarang ada
dua, nama yang dibalikkan urutannya hanya nama pengarang pertama.
c. Jika nama pengarang
ada tiga atau lebih, nama pengarang pertamalah yang diputar dan diikuti oleh dkk.
atau et. all.
d. Bila tidak terdapat
nama pengarang, nama departeman atau lembagalah yang ditulis; bila tidak ada
kedua-duanya, tulislah tanpa pengarang, atau tanpa lembaga.
e. Judul buku harus
dicetak miring dalam komputer atau digarisbawahi dalam mesin tik atau tulisan
tangan;
f. Judul artikel,
skripsi, tesis, atau disertasi yang belum dibukukan diapit oleh tanda petik
dua;
g. Bila ada edisi/cetakan
ditulis sesudah judul buku;
h. Jika buku tersebut
merupakan terjemahan dari buku bahasa asing, penerjemah ditulis sesudah edisi
atau judul buku. Jika tahun penerbitan buku asli tidak disebutkan, tuliskan
kata ‘Tanpa tahun’.
i. Spasi dalam daftar
pustaka adalah satu spasi;
j. Perpindahan dari satu
pengarang ke pengarang yang lain adalah dua spasi.
k. Bila dalam satu buku
diperlukan dua baris atau lebih, baris yang kedua dan selanjutnya diketik lebih
menjorok ke kanan antara 5-7 ketuk.
l. Jika seorang pengarang
menuliskan lebih dari satu buku, nama pengarang ditulis satu kali; nama
pengarang itu diganti dengan garis panjang atau tanpa garis panjang dan
urutan penulisannya berdasarkan tahun terbit;
n. Bila rujukan merupakan
artikel dalam jurnal, nama penulis ditulis paling depan, diikuti dengan tahun,
judul artikel (diapit tanda petik ganda), nama jurnal (cetak miring), tahun
ke-n jurnal, nomor jurnal dan nomor halaman artikel (dalam kurung, dipisahkan
oleh tanda titik dua);
o. Bila rujukan merupakan
artikel yang disajikan dalam seminar, lokakarya, atau penataran, nama penulis
ditulis paling depan, diikuti oleh tahun, judul artikel (diapit tanda petik
ganda), kemudian dilanjutkan dengan pernyataan “Makalah disajikan dalam …” nama
forum, lembaga penyelenggara, tempat, tanggal, bulan dan tahun penyelenggaraan.
p. Bila rujukan merupakan
artikel individual yang diakses dari internet, nama penulis ditulis paling
depan, diikuti oleh tahun, judul karya, keterangan (Online), alamat sumber rujukan,
dan keterangan waktu pengunduhan yang diapit tanda kurung.
q. Bila rujukan merupakan
artikel dari jurnal yang diakses dari internet, nama penulis ditulis paling depan,
diikuti oleh tahun, judul karya, nama jurnal (cetak miring), keterangan
(Online), volume dan nomor, alamat sumber rujukan, dan keterangan waktu
pengunduhan yang diapit tanda kurung.
r. Bila rujukan merupakan
artikel dalam jurnal dalam CD-ROM, penulisannya sama dengan rujukan dari
artikel cetak, diakhiri dengan penyebutan CD-ROMnya dalam tanda kurung.
s. Jika rujukan merupakan
artikel yang diperoleh dari internet berupa e-mail pribadi, penulisannya
diawali dengan nama pengirim (jika ada), diikuti oleh alamat e-mail pengirim
dalam tanda kurung, tanggal, bulan, tahun, topik berita yang diapit oleh tanda
petik ganda, keterangan “E-mail kepada …, dan diakhiri dengan alamat e-mal
penerima dalam tanda kurung.
t. Perhatikan urutan
penulisan; Nama keluarga/marga, (dipisahkan koma), nama diri (diakhiri
titik), tahun terbit, (diakhiri titik), judul buku,
(diakhiri titik atau titik dua bila ada anak judul dan dicetak miring), cetakan
(diakhiri titik), nama tempat (diakhiri titik dua), nama penerbit
(diakhiri titik).
Penutup
Berdasarkan uraian
tentang empat jenis kesalahan di atas, diharapkan pembaca dapat menerapkan
kata-kata bijak bahwa kesalahan sebenarnya merupakan pedoman untuk tidak
mengulangi kesalahan yang sama.dalam penulisan karya ilmiah. Penjelasan dalam
makalah ini disarankan untuk dimanfaatkan sebagai pedoman dalam proses
pengeditan dan revisi sewaktu menulis. Selamat berkarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar