Sobat Blogger......
Kali ini M@s Letterno akan menceritakan serunya liburan keluarga
di Gunung Bromo. Gunung Bromo adalah sebuah gunung berapi yang aktif di Jawa
Timur, Indonesia. Konon guunung ini memiliki ketinggian 2,329 meter diatas
permukaan laut dan berada dalam empat wilayah kabupaten yakni Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang.
Gunung Bromo terkenal sebagai objek wisata utama di Jawa Timut dan sebagai
objek wiasata Gunung Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung
merapi yang masih aktif. Gunung Bromo termasuk dalam kawasan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru,
Kami naik
pesawat sore dari Bandung menuju Surabaya. Harapan kami bisa sampai ke Gunung
Bromo untuk melihat sunrise pada
pagi dini hari. Dari Bandung kami naik Lion
air menuju Bandara Juanda Surabaya. Walaupun terjadi penundaan
penerbangan alias “ Delay “ akhirnya pesawat
selamat mendarat di Bandara Juanda Surabaya dan disana sudah dijemput oleh Om
Heri Hutomo sang Saudara Asuh hehehehe........ .
Dari Bandara kami
siunggah dulu di rumah Om Heri di Sidoarjo untuk beristirahat sejenak, dengan
ditemani Bro Yan mantan driver Om Heri kami berangkat malam itu juga ke Gunung
Bromo melewati Pasuruan. Sekitar pukul 02.30 WIB pagi sampai di Pananjakan lalu ganti mobil Jeep
agar dapat sampai keatas di Puncak Mentingan kawasan pegunungan Tengger. Jeep adalah kendaraan yang kuat untuk melewati lautan pasir dan jalan
yang menanjak di sekitar Bromo. Satu jeep diisi maksimal lima penumpang, satu
orang di depan dan empat orang di belakang. Jeep-jeep itu dikelola oleh penduduk suku Tengger.
Banyak sekali jeep terdapat di halaman rumah orang Tengger. Kendaraan seperti
Avanza, Xenia, atau merek lainnya jarang terlihat, mungkin karena kurang cocok
untuk jalan di pegunungan dan tanah berpasir.
Mendengar kata Tengger
kita pasti teringat suku yang tinggal di sekitar Gunung Bromo. Orang Tengger
umumnya beragama Hindu. Menurut sejarah, suku Tengger adalah sisa penduduk
Kerajaan Majapahit pada zaman dulu yang menolak agama Islam. Ketika Islam
berkembang di Pulau Jawa melalui para Wali Songo, penyebarannya pun sampai ke
kerajaan Majapahit. Sebagian penduduk Majapahit yang tidak mau masuk Islam
mengungsi ke dua tempat, yang pertama ke Pegunungan Tengger menjadi suku
Tengger, sebagian lagi menyeberang ke Pulau Bali, berasimilasi dengan penduduk
asli di sana, dan menyebarkan agama Hindu di Pulau Bali. Demikian flashback sejarah yang saya
ingat. Kalau kita melewati rumah-rumah suku Tengger, kita melihat keserupaan
dengan desa-desa di Bali. Di depan rumah orang Tengger terdapat pura kecil tempat
menaruh sesaji.
Jalanan
menuju kawasan Bromo sangat padat malam itu. Mungkin karena malam minggu
sehingga banyak wisatawan yang ingin mengejar sunrise di Bromo. Puluhan
tukang ojeg menawarkan jasa ke puncak Pananjakan, mereka berkali-kali
mengatakan “masih jauh ke atas, Pak/Bu”. Tarif yang diminta adalah Rp15.000 per
orang. Jika dua orang berboncengan maka tarifnya tetap dihitung Rp15.00/orang. Untung
Saya dan keluarga ditemani Bro Yan yang sudah tahu persis tempat itu jadi kami
nggak naik ojeg untuk sampai puncak
Pananjakan yang ternyatahanya dekat saja, nggak sampai dua ratus meter dari
tempat kami turun dari mobil jeep tadi ..... (lumayan ngirit Rp. 15.000
@ orang)
Malam
itu langit terasa sangat dekat, mungkin karena kami berada di atas gunung.
Bintang-bintang bertaburan di atas langit Gunung Bromo, terasa begitu dekatnya.
Belum pernah saya melihat langit malam yang bertaburan bintang seindah malam
itu, bersih tanpa polusi. Kalau kita di kota besar seperti Bandung mana pernah
lagi melihat langit malam sebersih ini, untung saja waktu pertukaran mobil tadi
kami sempat membeli sarung tangan, syal dan topi kupluk sehingga tangan dan
jemari kami tidak kaku akibat suhu di puncak Pananjakan yang begitu dinginnya.
Sarung tangan, jaket tebal, syal, dan sebo cukup mampu menanahan dinginnya
suhu. Walaupun katanya sih waktu terbaik
mengunjungi Bromo adalah pada musim kemarau (Juli-Sepetember), karena cuaca
saat itu sangat bagus, tiada hujan, dan langit begitu bersih. Cuman ya itu, dinginnya
malam hari pada musim kemarau di gunung sangat menggigit kulit yah mungkin ini
rejeki kami saat ini cuaca cerah dan bersih.
Sobat Blogger....Ternyata ratusan orang sudah berkumpul di
puncak Pananjakan. Banyak penjual hidangan hangat di sini seperti jagung bakar,
wedang jahe, kacang rebus, tahu goreng, bakwan, dan lain-lain. Bagi yang mau
sholat jangan khawatir, ada sebuah masjid dan sebuah gardu yang difungsikan
sebagai mushola. Tapi air wudhunya itu mak,
sangat dingin!
Jam empat
dinihari remang-remang fajar mulai terlihat dari puncak Pananjakan. Inilah
awal sunrise yang
ditunggu-tunggu. Ratusan orang sudah siap dengan kameranya. Benarlah, di ufuk
timur langit mulai memerah, pertanda matahari akan terbit. Fajar mulai
menyingsing.
Di tempat lain, di kawasan bibir jurang di
puncak Pananjakan, puluhan orang berkumpul untuk bersiap-siap melihat sebuah
pemandangan yang akan memukau mata. Ketika matahari semakin memperlihatkan
sinarnya menerangi langit malam, sesuatu yang terselubung gelap di seberang
jurang perlahan-lahan mulai terlihat bentuknya. Mula-mula berupa siluet, dan
akhirnya tampaklah pemandangan yang begitu indahnya, masya Allah, bagaikan
sebuah lukisan alam yang terbentang dengan indahnya dan Gunung Semeru di kejauhan
tampak seperti penjaga yang menjaga kedua gunung di depannya, Bromo dan Batok.

Puas
berfoto-foto di pincak Pananjakan, kami kembali turun ke bawah. Di sana mobil
jeep sudah menunggu untuk membawa kami ke petualangan yang lebih seru lagi,
yaitu melintasi lautan pasir Sabana.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar