Senin, 08 Desember 2014

Sekilas Tentang Pendidikan Karakter


Sobat Blogger....

“Yang mengawali bangsa Indonesia adalah orang terdidik dan yang tercerahkan dan anak muda 18—23 tahun yang tergabung dalam Jong Ambon, Jong Sumatera, dan lain-lain yang menggunakan kekuatan kedaerahannya untuk kepentingan bangsa. Kalau kita mau disebut satu kita ingin menggunakan istilah apa? Indonesia.”

Menurut pakar Pendidikan bahwa Musuh setelah kemerdekaan adalah kemiskinan. Seperti pada kalimat Bung Karno “kesejahteraan ialah: tidak akan ada orang miskin di Indonesia”, masih ada kemiskinan, kemerdekaan Indonesia cacat. Nasionalisme dahulu melawan penjajahan, sekarang lawan nasionalisme adalah rumusan demokrasi.  Sampai saat ini masih mencari rumusan yang tepat.  Nasionalisme merupakan keinginan untuk memperjuangkan kemerdekaan dalam arti luas. Nasionalisme tidak bisa berjalan tanpa demokrasi. Nasionalisme tanpa demokrasi adalah otoriter. Demokrasi tanpa nasionalime adalah kerusuhan. Keduanya harus saling mengontrol.












Unhan merupakan lembaga pendidikan tinggi yang unik karena mengkhususkan diri pada studi pertahanan setingkat Strata 2. Dimana Unhan adalah lembaga pendidikan tinggi terbuka yang memberi kesempatan kepada para perwira TNI dan sipil untuk belajar dan memperdalam Ilmu Pertahanan dari sudut pandang militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Landasan filosofis UNHAN yaitu 'Identitas', 'Nasionalisme' dan 'Integritas', dengan penjelasan sebagai berikut:

 • Identitas: Setiap civitas akademika Unhan secara fundamental diharapkan menyadari bahwa nilai identitas bangsa lahir melalui perjuangan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Dari perjuangan ini lahir kemudian falsafah bangsa tentang perang dan damai bahwa bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan.

 • Nasionalisme: Bermakna bahwa setiap civitas akademika Unhan diharapkan menyadari bahwa dalam pengembangan ilmu Pertahanan, baik dalam konteks nasional, regional, dan global tetap diorientasikan pada kecintaan tanah air demi persatuan bangsa dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

• Integritas: Mengandung dua makna yaitu:

  • Pertama, pengembangan ilmu Pertahanan Unhan diarahkan dalam rangka mendukung penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pertahanan, yaitu: menjaga kedaulatan negara, kekuatan wilayah dan keselamatan bangsa Indonesia.
  • Kedua, bahwa dalam mengembangkan ilmu pertahanan harus mencerminkan etika dan moral Pancasila bagi setiap individu civitas akademika Unhan.










Sobat Blogger....
“Orang yang berkuasa sekarang tidak menghadapi situasi sekarang kita sedang bicara juga tentang masa depan. Sekarang tidak ada etika masa depan yaitu apa yang ada sekarang adalah titipan generasi masa depan. Saat ini kita harus menghayati makna nasionalisme, apa, siapa dan bagaimana yang kita hadapi serta gejala yang menunjukkan dan menyebabkan nasionalisme terkikis,


Nilai dan perilaku itu dinamis dan berkembang, arah perkembangannya yang perlu di arahkan. Anak muda harus disodori contoh. Bangsa adalah bukan merupakan suku, daerah melainkan kesadaran untuk bersatu. Indonesia membutuhkan formulasi karena pengarah berperilaku yang beragam. Perilaku harus dapat diterima komunitas, masalahnya komunitas di Indonesia amat beragam. Tidak semua pendidikan berdasarkan pada filosofis pendidikan yang tertata.

Jadi tujuan pendidikan adalah perkembangan kognitif, skill, dan karakter agar dapat bekerja, melanjutkan pendidikan, pendidikan sepanjang masa, menjadi waga negara yang baik. Sedangkan karakter adalah kekuatan dalam diri individu yang diekpresikan melalui perilaku yang sesuai, nyata dan terlihat.



Karakter adalah cara orang untuk berpikir, merasakan dan berperilaku (personality). Nilai untuk membangun karakter: amanah, jujur, menghormati, bertanggungjawab, adil, peduli, disiplin diri, kewarganegaraan, ikhlas. Hal yang tak kalah penting yaitu lingkungan pembangunan karakter: sekolah, keluarga, social, dan virtual (anak memiliki guru dan teman virtual). 


Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.


Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.


Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.


 Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.


 Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut. 


 Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. 

 Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, 

Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi. 


Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...