Kamis, 05 Juli 2012

Membangun Kerjasama Team / Kelompok


Team work mungkin merupakan salah satu istilah yang sering kita dengan terutama di kantor atau sekolah. Untuk menyelesaikan sebuah tugas yang tidak mungkin dapat diselesaikan seorang diri, membentuk team adalah salah satu yang solusi yang umum. Ukuran team yang melebihi 20 orang adalah umum sekarang. Meskipun team yang berukuran besar, beragam, dan terdiri dari para ahli menjadi penting untuk menjawab tantangan proyek sekarang, resiko kegagalan team juga dapat menjadi tinggi. Anggota team yang kompleks cenderung kurang memiliki keinginan untuk berkolaborasi, enggan untuk bersama-sama, membantu orang lain sukses, maupun melihat sebuah tujuan bersama.

Dahulu, jumlah team umumnya kurang dari 20 orang, tetapi sekarang ini, beberapa tugas yang kompleks dikerjakan oleh sebuah team dengan lebih dari 100 orang. Saat total anggota team telah melewati 20 orang, kecenderungan untuk bekerja sama menjadi menurun. Team yang besar dapat mempunyai kerjasama yang tinggi tetapi mensyaratkan adanya investasi yang menyeluruh dan signifikan pada modal/alat untuk membantu kolaborasi antar anggota team. Kerjasama juga dapat menurun bila anggota team kurang bertatap muka atau lebih dikenal dengan “virtual team” (komunikasi dengan telephone, mail, atau groupware).

Keragaman dalam team mendorong munculnya pandangan dan inovasi baru. Tetapi keragaman membawa resiko pada kerjasama karena anggota team umumnya lebih dapat bekerja sama bila merasa memiliki sebuah kesamaan (pendidikan/budaya/latar belakang/SARA). Semakin tinggi tingkat keasingan pada sebuah team, semakin kecil kemungkinan anggota team mau berbagi pengetahuan atau bekerja sama. Hal yang sama berlaku juga untuk pendidikan, semakin tinggi pendidikan, semakin sering terjadi debat pendapat dalam team (dapat mengarah ke “analysis paralysis” – dimana tidak ada seorangpun yang mau mengalah).

 







Ada empat buah kategori dasar yang menentukan keberhasilan team yaitu dukungan atasan, praktek HRD, kepemimpinan dari pemimpin team, dan Team Foundation and Structure.
 
I. Dukungan Eksekutif / Atasan

Team dapat berkinerja baik jika eksekutif mendukung hubungan social, memperlihatkan sikap kolaborasi, dan membangun sebuah “gift culture”.
  1. Investasi pada praktek hubungan yang unik
    Setiap eksekutif atas setidaknya pernah melakukan investasi pada membangun dan mengatur hubungan social pada organisasi. Contohnya adalah Royal Scotland Bank yang membangun markas pusat mereka dengan desain yang mendorong komunikasi , pertukaran ide, dan pembangunan komunitas. Kantor didalam gedung mempunyai layout yang terbuka dan pemandangan ke atrium.
    Cara lain adalah membangun jaringan social dengan memindahkan karyawan ke fungsi, bisnis, atau Negara lain sebagai bagian dari karir. Cara ini memaksa karyawan untuk bertemu dengan orang asing dan membangun hubungan dengan mereka.

  2. Membuat model / contoh dari sikap kolaborasi
    Bila anggota senior dalam sebuah organisasi menunjukkan sikap yang baik tentang bagaimana cara berkolaborasi, ini dapat menjadi contoh bagi yang lainnya. Tantangannya adalah memastikan semua orang melihat contoh sikap kolaboratif ini. Eksekutif pada Standard Charter Bank sering bepergian bahkan bila hanya untuk sebuah meeting singkat. Perjalanan ini memberikan kesempatan pada bawahan untuk melihat bagaimana eksekutif bekerja. Pertemanan informal juga dapat menjadi sumber daya yang baik dalam menyelesaikan project. Saat semua anggota team telah mengenal semua stakeholder pada awal sebuah project, team tersebut akan lebih mudah untuk membangun kepercayaan dan kerjasama dibandingkan bila mereka baru mengenal stakeholder.

  3. Membangun sebuah “Gift Culture”
    Eksekutif harus memastikan mentoring & coaching telah menjadi sifat hidup mereka dan menyebar keseluruh bagian perusahaan. Mentoring dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu formal dimana peran dan tanggung jawab telah jelas dan informal dimana terlihat dalam aktifitas harian. Kedua metode ini penting tetapi metode informal cenderung lebih baik meningkatkan budaya kerjasama.

II. Praktek Human Resource yang Terfokus
 
Survey menunjukkan bahwa reward (baik didasarkan pada individu atau team) kurang mempunyai pengaruh pada kerjasama team. Dari sejumlah praktek HRD dalam meningkatkan kerjasama team, ada dua buah praktek yang mempunyai pengaruh signifikan yaitu training yang berhubungan dengan collaborative behavior dan dukungan untuk membangun komunitas informal.
  1. Menjamin tersedianya keahlian yang dibutuhkan
    Terkadang anggota team telah memiliki niat untuk berkolaborasi tetapi tidak mempunyai keahlian untuk berkolaborasi. Mereka didorong untuk bekerja sama, dan mereka mau bekerja sama hanya tidak tahu bagaimana melakukan hal itu dengan baik. Keahlian yang sangat diutamakan adalah kemampuan untuk menghargai orang lain, dapat masuk dalam perbincangan yang terarah, secara produktif & kreatif, menyelesaikan konflik, dan manajemen program.
    Price Waterhouse Cooper adalah salah satu perusahaan yang mempunyai kemampuan kuat dalam membangun budaya kolaborasi. Training yang diberikan PWC mencakup team work, emotional intelligence, jaringan pertemanan, menangani percakapan yang rumit, melatih Corporate Social Responsibility, dan mengkomunikasikan strategy/nilai perusahaan. PWC juga mengajarkan bagaimana mempengaruhi orang lain secara efektif dan membangun hubungan yang sehat.

  2. Mendukung munculnya komunitas
    Jiwa pertemanan dan komunitas dapat berkembang dengan spontan, tetapi HR juga dapat mendukung munculnya komunitas dengan mendukung kegiatan dan aktifitas group seperti bowling, cooking weekend, atau bulu tangkis.
    ABN Amro contohnya, menggunakan teknologi komunikasi untuk anggota group agar mereka dapat berbagi ide. Perusahaan juga mendorong karyawan untuk selalu bepergian ke sebuah lokasi baru dan mengatur pertemuan dengan sebanyak mungkin orang.
    Komunitas juga dapat tercipta dari sebuah proyek. Pada saat sebuah proyek selesai, team akan bubar, tetapi komunitas informal akan terus berlanjut – sebuah modal yang sangat baik untuk project berikutnya.
    Contoh lain adalah pendekatan HR dalam membangun budaya bersahabat dan keluarga. Bill Marriott salah satu eksekutif Marriot mempunyai sebuah blog yang menjadi popular dengan karyawannya. Blog-nya menceritakan focus perusahaan bahkan sampai hal-hal pribadi seperti tempat favorit untuk berlibur.


III. Team Leader
 
Pemimpin team tentu saja mempunyai pengaruh pada team, fleksibilitas mereka memegang peranan disini.
Pemimpin harus Task and Relationship Oriented
Pemimpin yang berfokus pada Relationship berupaya untuk mendorong orang berbagi pengetahuan dalam sebuah lingkungan penuh kepercayaan dan itikad baik. Pemimpin yang berfokus pada tugas berupaya untuk membuat sebuah tujuan, membuat sebuah kesadaran akan tugas pada setiap anggota, dan menyediakan kendali serta umpan balik.
Tipe pemimpin yang baik adalah mereka yang menyeimbangkan antara tugas dan hubungan pertemanan. Pemimpin juga dapat mengganti tipe kepemimpinannya pada saat project sedang berlangsung. Pada awal project mereka akan berfokus pada tugas dengan mendefinisikan tujuan, mendapatkan komitmen, dan memperjelas tanggung jawab anggota team. Pada titik tertentu dimana sharing knowledge mulai intensif, mereka akan berganti menjadi relationship oriented. Pemimpin yang hanya berfokus pada satu macam tipe akan merusak performa jangka panjang team.
Marriott mencoba membangun pemimpin dengan dua gaya seperti ini. Setiap manajer pada saat di review akan ditanyakan apakah telah menyeimbangkan gaya kepemimpinannya. Terkadang mereka akan diminta untuk makan siang bersama dengan anak buahnya atau mengambil kursus untuk menjaga kemampuan mereka.

IV .Team Formation and Structure

  1. Membangun pada hubungan pertemanan yang telah ada
    Kepercayaan adalah faktor penting, membangun sebuah team yang bermodal pada hubungan yang telah ada meningkatkan peluang untuk kesussesan project. Team yang baru dibangun dari orang-orang yang belum saling mengenal sebelumnya akan sulit untuk berkolaborasi. Mereka akan memerlukan waktu yang cukup signifikan untuk membangun kepercayaan.
    Nokia adalah salah satu perusahaan dimana struktur organisasinya sangat memperhatikan hubungan pertemanan yang telah ada, Saat perlu untuk mentransfer keahlian pada unit atau fungsi bisnis lain, Nokia memindahkan satu team kecil secara utuh daripada menaruh individual.
    Jaringan pertemanan juga mempunyai kelemahan yang bila tidak diatur akan menghancurkan kerjasama. Saat sejumlah besar anggota team merasa mempunyai kesamaan, mereka cenderung membentuk sebuah subgroup dan mengucilkan yang lain. Saat ini terjadi, kemungkinan konflik menjadi tinggi.

  2. Memahami kejelasan peran dan ketidakjelasan tugas
    Asumsi yang umum adalah tujuan harus jelas dan tujuan lebih penting dari pada peran. Saat peran dari setiap anggota team tidak jelas, banyak orang berpikir bahwa hal ini akan mendorong mereka untuk berbagi ide dan berkontribusi. Tetapi asumsi ini salah, kolaborasi menjadi lebih jelas saat setiap anggota team telah memiliki peran yang jelas dan dimengerti.
    Tanpa ada kejelasan dari peran, anggota team akan banyak menghabiskan waktu untuk menentukan peran, melindungi kepentingan pribadi daripada berfokus pada tugas. Anggota team sebaliknya, cenderung untuk berkolaborasi bila peran mereka telah jelas.
    Contohnya adalah BBC, meliput berita membutuhkan banyak koordinasi dari anggota team yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Besarnya anggota team dapat meningkatkan resiko terjadinya kekacauan tetapi hal ini tidak terjadi pada BBC. Setiap anggota team mempunyai peran yang jelas dan tidak berbenturan.
    Otonomi juga harus diperhatikan selain dari peran anggota. Team IT mempunyai ciri anggotanya dapat berasal dari Negara yang berbeda dan programmernya lebih sering duduk didepan komputer dan sedikit bertatap muka. Tetapi kerjasama team dapat tetap tinggi bila setiap anggota mempunyai peran dan otonomi yang jelas, hanya karena kurangnya tatap muka, setiap anggota harus memahami tujuan dari team.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...